Dibilang sebuah postingan tentang kesedihan? Tidak. Sebuah postingan tentang kegalauan? Tidak terlalu. Tentang penyesalan? Yyyyy....aaaa.... Sedikit. Tentang kepasrahan, oke tepat!
Hampir setahun, ya dua semester. Gua kuliah di Surabaya, ngejalanin dengan nekat dan bukan tekad, fokus di ilmu obat yang terkenal dengan nama Farmasi. Di kampus panas yang bau obat itu gua berkutat dengan rumus-rumus kimia yang ada di dalam obat macem paracetamol atau obat flu yang bisa menyebabkan kantuk karena mengandung anti-histamin. Di sana gua mencoba bersahabat dengann Farmakope-Kamus Besar tentang segala macam obat dari kandungan, tumbuhannya sampai tata cara pembuatan. Ya semacam itulah. Berbanding terbalik dengan apa yang gua cita-citakan dari kecil.
Dari kecil nggak pernah ada bayangan apalagi NIAT untuk kuliah di bidang kesehatan. Jadi dokter? Nggak pernah mau. Jadi apoteker? Nggak pernah kebesit sedikitpun. Palingan pernah kepengen jadi psikolog buat ngobatin orang-orang galau. Angan-angan, bayangan gua sejak kelas 5 SD adalah bisa menjadi seperti ibu. Arsitek. Cantik. Mungil. Punya ide banyak. Kreatif. Bisa ngerancang rumah impian sendiri seperti yang sudah ibu gua wujudkan saat ini. Kuliah di kampus teknik, di institut terkenal yang adem. Berkutat dengan ide-ide gila, jangka, pensil, penghapus, busur derajat, kopi dan duduk semalaman di meja arsitek yang panjang lebarnya terlihat cool, menggambar dan membuat maket.
Tidak seperti sekarang. Nilai kuliah payah. IP kacau. Rajin ah enggak banget deh. Namanya bukan minat kalo mau ngejalanin ya setengah hati. Larangan bapak buat kuliah di bidang teknik bahkan seni itu masih bikin galau, padahal gua suka yang berbau tantangan nggak cuma sekedar bolak-balik di lab buat mencampur senyawa kimia supaya bisa menimbulkan reaksi. Gua juga pengen ada di lapangan buat merancang apa yang gua mau. Gua juga pengen ada di studio buat nyiptain lirik-lirik lagu kesayangan dan memainkan musik. Tapi itu diizinkan cuma sebatas hobi. Oke, accepted.
Gua akuin awalnya gua seneng masuk Farmasi, universitas negeri lagi kan, banggain orang tua lah, kebetulan juga gua suka kimia dari SMA kelas 11. Pas kuliah taunya ada Fisika dan Biologi, musuh gua. Teknik? Pasti terlibat Matematika yang otak gua sangat lemah juga Fisika, tapi kalo udah minat kan pasti gua seneng buat giatinnya. tapi nasi udah menjadi bubur dari setahun yang lalu, udah basi malahan. Terlanjur dan basi banget buat menyesal, nggak akan merubah apa-apa. Gua cuma bisa berusaha, sebisa gua, yang terbaik, supaya gua bisa up di kampus itu dan kuat ngejalaninnya. Semoga kepasrahan gua ini bisa mengobati sesal dan kecemplungnya gua di bidang luar mimpi ini dengan kelak gua bisa sukses. Ya supaya sesal gua ga sial-sial amat. Amin.

VS
